PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau chronic obstructie airway disease (COAD)
adalah istilah yang saling menggantikan. Gangguan progresit lambat kronis
ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit
reversibel, tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada
asma (Davey,2002:181).
PPOK merupakan masalah kesehatan utama di masyarakat yang
menyebabkan 26.000 kematian/tahun di Inggris. Prevalesinya adalah ≥ 600.000.
Angka ini lebih tinggi di negara maju, daerah perkotaan, kelompok masyarakat
menengah ke bawah, dan pada manula (Davey,2002:181). The Asia Pacific CPOD Roundtable Group memperkirakan jumlah
penderita PPOK sedang berat di negara-negara Asia Pasific mencapai 56,6 juta
penderita dengan angka pravalensi 6,3 persen (Kompas,2006).
Data badan kesehatan dunia ( WHO ) menunjukkan bahwa pada
tahun 1990 PPOK menempati urutan ke 6 sebagai penyebab utama kematian di dunia
sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke 3 setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Di America Serikat di butuhkan dana
sekitar 32 juta US$ dalam setahun dalam
menanggulangi penyakit ini ,dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan
lebih dari 100 ribu orang meninggal. Hasil survey penyakit tidak menular oleh
direktorat jenderal PPM dan Pl di 5 rumah sakit provinsi di Indonesia (jawa
barat, jawa tengah, jawa timur, lampung dan sumatra selatan) pada tahun 2004 ,
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%),
diikuti asma brokial (33%), kangker paru (30%) dan lainya (2%) (depkes RI2004).
Oleh karena itu penulis menulis makalah yang berjudul “Asuhan keperawtan PPOK”
diharapkan dengan makalah ini penulis dan pembaca dapat mengetahui tentang
penyakit PPOK, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien
PPOK dan meningkatkan partisipasi (kemandirian) masyarakat dalam pencegahan
PPOK.
Adapun beberapa rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
konsep dan teori penyakit serta asuhan keperawatan.
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN (PPOM)
A. Definisi
Penyakit
paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal CPOD adalah
asma bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering di
sebut dengan chronic Air flow Limitation
(CAL) dan chronic obstructive Lung
Disease ( Somantri, 2008:49).
Penyakit
paru obtruktif klinik (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk kelompok penyakit paru yang berlansung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran fatofisiologi utamanya. Bronkitis
kronik, empisema paru dan asma bronkial membentuk kesatuan yang disebut COPD,
hubungan etiologi sekuensial antara brongkitis kronik dan empisema tetapi
tampaknya tidak ada hubungan antara k-2 penyakit itu dengan asma, hubungan ini
nyata sekali dengan etiologi, patogenesis dan pengobatan yang akan diberikan.
(Siia dan Wilson, 2003:784)
Penyakit paru-paru
obtruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik atau menahun (PPOM) yang
ditandai dengan yang disebabkan oleh pajanan gas berbahaya yang dapat
memberikan gambaran gangguan sistemik. (http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_paru_obstruktif_kronik.
Diakses
pada 21 Oktober 2011).
Dari
beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penyakit paru obstruksi
menahun atau penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu kumpulan penyakit paru
yang menahun yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara didalam saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel, bersifat progresif, dan biasanya disebabkan oleh proses inflamasi
paru. Tiga macam penyakit paru yaitu asma bronkial, bronkitis kronik, dan emfisema
paru membentuk suatu kesatuan menjadi penyakit ini.
B. Etiology
Ada 2 (dua) penyebab penyumbatan aliran udara pada penyakit
emfisema, asma dan bronkitis kronis (PPOM). Penyebabnya yaitu:
a.
Adanya bahan-bahan iritan
menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung lama,
bisa terjadi kerusakan yang menetap.
Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding alveoli. Merokok akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan penghubung di dalam dinding alveoli. Merokok akan mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada pertahanan paru-paru, yaitu dengan cara merusak sel-sel seperti rambut (silia) yang secara normal membawa lendir ke mulut dan membantu mengeluarkan bahan-bahan beracun.
b.
Defisiensi protein alfa-1-antitripsin
Tubuh
menghasilkan, yang memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli
oleh neutrofil estalase. Ada suatu penyakit keturunan yang sangat jarang
terjadi, dimana seseorang tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit
alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi pada awal usia pertengahan
(terutama pada perokok).
Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD
(Mansjoer, 1999) adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Polusi udara
c. Paparan debu, asap, dan
gas-gas kimiawi akibat kerja.
d. Riwayat infeksi saluran nafas.
e. Umur
Pengaruh dari masing-masing faktor risiko terhadap
terjadinya PPOK adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang
paling dominan.
C. Patofisiologi
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronik
maupun pada emfisema paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat
dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Pada bronkitis kronik sesak nafas
terutama disebabkan karena perubahan pada saluran pernafaasan kecil, yang
diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang
terjadi obliterasai.
Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet.
Saluran pernafasan besar juga berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan
hiperplasia kelenjar mukus, sehingga saluran pernafasan lebih menyempit. Pada
orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan
paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernafasan bagian bawah paru akan
tertutup. Pada penderita emfisema paru dan bronchitis kronik, saluran-saluran
pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak tertutup. Akibat cepatnya
saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya, dapat
terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/ tidak ada, akan tetapi perfusi baik.
sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah alveoli, tidak sama
dan merata. Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. terjadi HT
pulmonal, yang dalam jangka lama dapat timbulkan kor pulmonal.
(http://www.facebook.com/note.php?note_id=141971472525858.
Diakses pada 21 Oktober 2011)
D. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum PPOM, yaitu :
a.
Batuk produktif
Batuk produktif ini disebabkan oleh inflamasi dan produksi mukusyang
berlebihan di saluran nafas.
b.
Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik. Berhubungan dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan
dengan rendahnya kadar oksigen di udara.
c.
Batuk kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi hari saja kemudian berkembang menjadi batuk yang
terjadi sepanjanghari. Batuk biasanya
dengan pengeluaran sputum dalam
jumlah kecil(<60ml/hari) dan
sputum biasanya jernih atau keputihan. Produksi sputum berkurang ketika
pasien berhenti merokok
d.
Mengi
Terjadi karena obstruksi saluran nafas
e.
Berkurangnya berat badan
Pasien dengan PPOM yang parah membutuhkan kalori yang lebih besar hanya untuk bernapas saja. Selain
itu pasien juga mengalamikesulitan
bernafas pada saat makan sehingga nafsu makan berkurangdan pasien tidak
mendapat asupan kalori yang cukup untuk mengganti kalori yang terpakai. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya berat
badan pasien.
f.
Edema pada tubuh bagian bawah
Pada kasus CPOD yang parah, tekanan arteri pulmonary meningkatdan
ventrikel kanan tidak berkontraksi
dengan baik. Ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah ke ginjal dan hati akan timbul edema padakaki, kaki bagian bawah, dan telapak kaki. Kondisi ini juga dapatmenyebabkan
edema pada hati atau terjadinya
penimbunan cairan pada abdomen (acites)
Adapun
manifestasi klinis yang terdapat pada tiga jenis penyakit yang tergolong PPOM, yaitu:
1.
Asma
Manifestasi
klinisnya adalah:
Tabel
derajat berat asma.
No
|
Manifestasi
Klinis
|
Skor
0
|
Skor1
|
1
|
Penurunan
toleransi beraktivitas
|
Ya
|
Tidak
|
2
|
Penggunaan
otot nafas tambahan, adanya retraksi interkostal
|
Tidak
Ada
|
Ada
|
3
|
Wheezing
|
Tidak
Ada
|
Ada
|
4
|
Respiratory
rate per menit
|
<25
|
>25
|
5
|
Pulse
Rate permenit
|
<120
|
>120
|
6
|
Teraba
pulsus paradoksus
|
Tidak
Ada
|
Ada
|
7
|
Puncak
Exspiratory Flow Rate (L/menit)
|
>100
|
<100
|
Keterangan: jika terdapat skor
empat atau lebih, maka pasien diperkirakan mengalami astma berat. Selanjutnya
pasien harus diobservasi untuk menentukan ada tidaknya respon dari terapi atau
segera dikirim ke rumah sakit.
2.
Bronkhitis
kronis
Manifestasi klinik:
a.
Penampilan
umum: cenderung over weight, sianosis akibat pengaruh sekunder polisitemia,
edema (akibat CHV kanan), dan barrel chest.
b.
Usia:
45-65 tahun
c.
Pengkajian:
·
Batuk
persisten, produksi sputum seperti kopi, dipsnea dalam beberapa keadaan,
variable wheezing pada saat exspirasi, serta seringnya infeksi pada sistem
respirasi.
·
Gejala
biasa timbul pada waktu yang lama.
d.
Jantung: pembesaran jantung, cor pulmonal, dan
hematokrit lebih dari 60%.
e.
Riwayat
merokok positif (+).
3.
Emfisema
paru-paru
Manifestasi klinis:
a.
Penampilan
umum:
·
Kurus,
warna kulit pucat, dan flattenet hemidiafragma.
·
Tidak
ada tanda CHF (kongestive heart Failure)kanan dengan edema dependent pada
stadium akhir.
b.
Usia
: 65-75 tahun
c.
Pengkajian
fisik
·
Nafaas
pendek persisten dengan peningkatan dispnea.
·
Infeksi
sistem respirasi.
·
Pada
auskultasi terdapat penurunan suara nafas meskipun dengan suara nafas dalam.
·
Wheezing
ekspirasi tidak ditemukan dengan jelas.
·
Jarang
produksi sputum dan batuk.
d.
Pemeriksaan
jantung
·
Tidak
terjadi pembesaran jantung. Cor pulmonal timbul pada stadium akhir.
·
Hematokrit
<60%.
e.
Riwayat
merokok
Biasanya
terdapat riwayat merokok, tapi tidak selalu ada.
E. Penatalaksanaan
Ada beberapa macam penatalaksanaan pada pasien dengan PPOM,
yaitu:
1.
Therapy Pengobatan
a. Infus
NaCl 0,9% 500/24jam parallel dengan aminopilin 1amp + bricasma 1 amp dalam 29cc
NaCl 0,9%?24 jam
b. Inpepsa
10cc 3x/hari
c. Medixion
iv 6,5 mg 2x/hari
d. Carvit
500 mg/oral 1x/hari
e. Nebuliser
(ventolin 1 amp: pulmicort, 1 amp: flixolixed)
f. Pantozol
40 mg iv 1x/hari
2.
Teknik terapi fisik untuk memelihara
dan meningkatkan ventilasi pulmonary
3.
Pemeliharaan kondisi lingkungan yang
sesuai untuk memudahkan pernapasan
4.
Bronkodilator
Bronkodilator
diresepkan untuk mendilatasi jalan nafas karena preperat ini melawan baik
edeama mukosa maupun spasme muscular dan membantu baik dalam mengurai.
Medikasi
ini mencakup agonis β-adregenik (meteproteronol, isopreteronol) dan metilxantil
(teofilin aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronchial melalui mekanisme
yang berbeda. Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena,
per rectal dan inhalasi. Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol
bertekanan nebulizer balon genggam, nebulizer dorongan pompa, inhaler.
Bronkodilator
mungkin meyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, yang termasuk takikardi,
disritmia jantung, sdan perangsangan sistem saraf pusat. Metilxantin dapat juga
menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah. Karena efek
samping ini umum, dosis dapat disesuaikan dengan cermat sesuai dengan toleransi
pasien dan respon klinik.
5.
Terapi Aerosol
6.
Terapi ekserbasi akut. Antibiotik, karena eksaserbasi akut
biasanya disertai infeksi :
Ø
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh
H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari
atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.
Ø
Augmentin (amoxilin dan asam
klavuralat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza
dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti
kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami
eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat
kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka
dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.
7.
Terapi oksigen diberikan jika
terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas
CO2.
8.
Fisioterapi membantu pasien untuk
mengeluarkan sputum dengan baik.
9.
Terapi jangka panjang dilakukan
dengan :
§
Antibiotik untuk kemoterapi
preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 – 0,5/hari dapat menurunkan
ekserbasi akut.
§
Bronkodilator, tergantung tingkat
reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien, maka sebelum pemberian obat
ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif fungsi foal paru.
§
Fisioterapi.
§
Latihan fisik untuk meningkatkan
toleransi akivitas fisik.
§
Mukolitik dan ekspekteron.
10.
Terapi oksigen jangka panjang bagi
pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2
11.
Rehabilitasi, pasien cenderung
menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu
kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien
PPOK:
1.
Fisioterapi
2.
Rehabilitasi
psikis
3.
Rehabilitasi
pekerjaan
12.
Dukungan psikologi
G. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya PPOK dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
- Merubah pola hidup : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara.
- Pencegahan
Penyakit Paru Pada Usia Lanjut.
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa
dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat
dihindari. Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia
lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan
memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya
tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
- Pencegahan
terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan cara yang
lazim, diantaranya:
a.
Usaha pencegahan infeksi paru /
saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan
dengan jalan menghambat, mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya
dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari timbulnya
pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek
(Mangunegoro, 1992).
b.
Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau
karsinoma paru
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala:
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala:
ü
Pemeriksaan foto rontgen toraks.
Pemeriksaan
faal paru, paling tidak setahun sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang
beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera
berhenti merokok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar